kabarfaktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Senin (1/9), terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024. Pemeriksaan ini menjadi sorotan, mengingat nilai kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp 1 triliun.
“Semoga (Yaqut Cholil Qoumas) hadir ya,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media.
KPK saat ini sedang menyidik dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi untuk tahun 2024. Dugaan kuat muncul bahwa pembagian kuota tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Asep, Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyebutkan bahwa 92 persen kuota harus dialokasikan untuk haji reguler, dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Dengan demikian, dari tambahan kuota 20.000 jemaah, seharusnya sekitar 18.400 dialokasikan untuk jemaah reguler dan 1.600 untuk jemaah haji khusus.
Namun, yang terjadi justru pembagian kuota dilakukan secara merata 50 persen untuk haji reguler, dan 50 persen untuk haji khusus.
“Itu menyalahi aturan. Harusnya 92 persen dan 8 persen, tapi justru dibagi rata 10 ribu 10 ribu. Ini yang kami duga sebagai perbuatan melawan hukum,” tegas Asep.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memanggil sejumlah saksi dari berbagai pihak: pejabat Kementerian Agama, pengusaha travel haji dan umrah, hingga perwakilan asosiasi penyelenggara ibadah haji.
Tak hanya itu, tim penyidik juga telah menggeledah sejumlah lokasi penting, termasuk rumah pribadi Yaqut Cholil Qoumas.
KPK juga telah mengeluarkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang yang dianggap krusial dalam pengusutan kasus ini, yakni:
-
Yaqut Cholil Qoumas (eks Menteri Agama)
-
Ishfah Abidal Aziz (eks staf khusus Menag)
-
Fuad Hasan Masyhur (pengusaha biro perjalanan haji dan umrah)
KPK menduga penyimpangan dalam distribusi kuota tambahan ini berujung pada praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1 triliun. Angka ini berasal dari potensi keuntungan yang didapat secara tidak sah dari distribusi jatah haji khusus, yang biayanya jauh lebih tinggi dibanding kuota reguler.
Pemeriksaan terhadap Yaqut hari ini menjadi penentu penting dalam kelanjutan penyidikan kasus besar ini. Jika terbukti bersalah, perkara ini berpotensi menyeret sejumlah nama besar lain yang terlibat dalam rantai kebijakan hingga praktik lapangan.
Tinggalkan Balasan