PADANG – Pekan Nasional (PENAS) XVI Petani Nelayan Indonesia tahun 2023 di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), menghadirkan Gelar Teknologi bidang pertanian.
Pada pagelaran tersebut Polbangtan Gowa menghadirkan teknologi smart farming yang berbiaya rendah. Teknologi smart farming tersebut merupakan sebuah konsep pertanian yang memanfaatkan teknologi digital dan informasi yang dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan dalam produksi pertanian maupun peternakan.
Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), smart farming adalah solusi pasti bagi peningkatan nilai tambah produk pertanian sekaligus meningkatkan efisiensi sehingga perbaikan ekonomi dan peningkatan produksi bisa diwujudkan.
Syahrul berpendapat bahwa pertanian modern dapat diwujudkan secara cepat apabila program tersebut dapat dikembangkan secara baik. Yang pasti, kata dia, efisiensi tenaga, waktu dan biaya produksi harus bisa diturunkan hingga 30 persen.
“Dengan efisiensi, marginnya bisa kita naikan. Saya kira semua bisa kita wujudkan dengan kebersamaan. Dan ingat pertanian itu memberi keuntungan dan memberi kebaikan,” kata Syahrul.
Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi.
“Ada tiga kunci sukses membangun pertanian di era global;
Pertama, terapkan smart farming dengan memanfaatkan Alsintan (alat mesin pertanian) dan inovasi teknologi 4.0 seperti artificial intelligence, robotic dan sejenisnya.
Kedua, mendorong petani muda untuk mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianalogikan sebagai ´bensin´ yang menggerakkan usaha pertanian dan membangun agribisnis. Ketiga adalah kolaborasi dengan seluruh stakeholders atau pemangku kepentingan”. sebut Dedi.
Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Gowa Detia Tri Yunandar mengatakan, bahwa teknologi smart farming ini merupakan hasil kerjasama antara Polbangtan Gowa dan Startup TaburTuai yang tentunya diharapkan dapat diimplementasikan ke petani.
“Kami membuat konsep teknologi berbiaya rendah, karena ingin teknologi ini dapat dengan mudah diterapkan pada level petani apapun dan disesuaikan dengan komoditas, luas lahan, kebutuhan dan teknologi apa yang ingin mereka gunakan.” jelas Detia.
Dia melihat banyak konsep smart farming tapi biayanya mahal dan tentunya petani belum mampu untuk membelinya.
“Pada level petani cabai yang tidak punya lahan yang besar, mengeluarkan biaya hingga 50 juta tentunya belum mampu, dan teknologi yang ada pada perangkat tersebut banyak yang berlebihan fiturnya, untuk itu kami menyesuaikan kebutuhan termasuk sensor yang ada”. tambahnya lagi.
Detia berharap dengan adanya kerjasama antara Polbangtan Gowa dan Startup TaburTuai dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi pertanian.
“Tentunya dengan menyesuaikan fitur dengan kebutuhan dapat menekan biaya. Dengan startup Tabur Tuai kami dapat menekan pada harga 5-6 juta.
“Harapannya dengan konsep pertanian presisi ini petani dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi yang berkelanjutan serta dapat memberikan manfaat bagi lingkungan. tandas Detia.