kabarfaktual.com – Tiga wanita asal Thailand berhasil dibebaskan setelah menjadi korban perbudakan sel telur manusia di Georgia.

Mereka tertipu setelah diiming-imingi pekerjaan sebagai “ibu pengganti” dengan gaji tinggi.

Menurut laporan Reuters, salah satu korban mengaku mendapatkan informasi pekerjaan tersebut melalui media sosial.

Ia dijanjikan pekerjaan sebagai ibu pengganti dengan tinggal bersama keluarga di Georgia dan mendapat bayaran sebesar 25 ribu baht (sekitar Rp12 juta) per bulan.

Namun, setelah menyetujui tawaran tersebut, ia bersama dua korban lainnya dibawa ke Georgia melalui Dubai dan Armenia oleh dua warga negara Tiongkok.

“Mereka membawa kami ke sebuah rumah yang dihuni oleh 60 hingga 70 wanita Thailand. Para wanita di sana mengatakan kepada kami bahwa tidak ada kontrak,” ujar salah satu korban dalam konferensi pers di Thailand pekan ini.

Para korban mengatakan mereka dikurung di rumah tersebut dan disuntik hormon untuk merangsang indung telur.

Setelah itu, mereka akan dibius dan sel telur mereka diambil menggunakan mesin setiap bulan.

Sel telur yang dikumpulkan diduga dijual ke negara lain untuk digunakan dalam program bayi tabung atau in-vitro fertilization (IVF).

Para korban juga mengaku mengalami tekanan psikologis akibat ancaman dari sindikat perdagangan manusia ini.

“Setelah kami mendapatkan informasi ini dan ternyata tidak sama dengan iklannya, kami jadi takut. Kami mencoba menghubungi orang-orang di kampung halaman,” ungkap korban.

Mereka sering berpura-pura sakit dan tampak lemah agar sel telur mereka tidak diambil. Sindikat juga menyita paspor mereka dan mengancam akan menangkap mereka jika mencoba melarikan diri ke Thailand.

Ketiga wanita tersebut akhirnya berhasil dipulangkan dengan bantuan Pavena Hongsakul Foundation for Children and Women, sebuah LSM berbasis di Thailand.

Pendiri Pavena Foundation, Pavena Hongsakula, mengatakan bahwa ia mengetahui jaringan sindikat ini dari korban lain yang telah dibebaskan pada September 2024 lalu.

Korban yang dibebaskan sebelumnya harus membayar 70 ribu baht (sekitar Rp33 juta) kepada sindikat agar dapat pulang ke Thailand.

Mereka juga memperkirakan masih ada sekitar 100 wanita lainnya yang terjebak dalam kondisi serupa di Georgia karena tidak memiliki uang untuk membayar kebebasan mereka.