kabarfaktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Penetapan status hukum tersebut diumumkan usai pemeriksaan intensif terhadap Abdul Azis yang sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (7/8). OTT ini menyorot perhatian publik karena menyeret nama pejabat daerah dalam sektor vital: kesehatan.

“Perkara ini resmi naik ke tahap penyidikan. KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, salah satunya ABZ selaku Bupati Koltim periode 2024-2029,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers, Sabtu (9/8) dini hari.

Dalam kasus ini, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis tidak sendirian. Empat nama lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni:

  • Andi Lukman Hakim – Penanggung jawab proyek dari Kementerian Kesehatan

  • Ageng Dermanto – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan RSUD

  • Deddy Karnady – Perwakilan PT Pilar Cerdas Putra (PCP)

  • Arif Rahman – Mitra kerja sama operasi (KSO) dari PT PCP

Dua pihak swasta, Deddy dan Arif Rahman, diduga sebagai pihak pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman diduga sebagai penerima suap, dengan ancaman Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12 B UU Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Usai penetapan tersangka, kelima orang tersebut langsung ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai 8 hingga 27 Agustus 2025. Mereka akan menjalani masa penahanan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

KPK menegaskan, kasus ini menjadi pengingat bahwa sektor layanan publik, khususnya kesehatan, masih rawan disusupi praktik korupsi. Lembaga antirasuah itu juga terus mendorong langkah pencegahan melalui tugas koordinasi dan supervisi.

“Kami terus mengukur potensi kerawanan korupsi melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) serta memberikan rekomendasi perbaikan kepada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah,” tegas Asep Guntur.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah dan sektor pelayanan publik agar tidak bermain-main dengan uang rakyat, terlebih dalam proyek kesehatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.