kabarfaktual.com – Eksekusi lahan seluas 25 hektare yang diklaim sebagai bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) Koperasi Personalia (Koperson) kembali memicu kontroversi. Di balik upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Abdi Nusa Jaya, muncul berbagai kejanggalan mendasar yang layak dipertanyakan. Apakah benar pihak yang mengajukan eksekusi memiliki legal standing yang sah? Dan benarkah objek sengketa memang berada dalam wilayah HGU yang dimaksud?
1. Legal Standing Abdi Nusa Jaya Diragukan
Hal pertama yang patut disoroti adalah status hukum atau legal standing dari Abdi Nusa Jaya sebagai pemohon eksekusi. Fakta menunjukkan bahwa Abdi bukan merupakan pengurus Koperson dan tidak memiliki kuasa hukum dari para pendiri sah koperasi tersebut, seperti La Sipala, Adji Rihani, Wongko Amiruddin, Laode Ado, Adi Andi, Langkamane, dan Hatali. Bahkan, Hatali sendiri tercatat hanya sebagai anggota biasa koperasi, bukan pengurus inti.
Lebih parah lagi, Abdi Nusa Jaya menggunakan entitas baru berupa KSU Koperson yang baru didirikan tahun 2012 — bukan badan hukum asli Koperson yang bersengketa sejak 1993. Dengan demikian, klaim bahwa mereka memiliki kepentingan konstitusional atas lahan tersebut menjadi lemah dan tidak berdasar.
2. Koperson Menang, Tapi Lahan Sudah Dijual Sebagai Milik Pribadi
Dalam perkara perdata No. 48, Koperson memang memenangkan gugatan. Namun ironisnya, lahan yang dimaksud ternyata telah dijual oleh para pengurusnya sebagai milik pribadi, bukan atas nama koperasi. Di antaranya:
-
La Sipala menjual lahan ke Edy Lukisto.
-
Hasyim Ado bin La Ode Ado menjual ke Edy Lukisto, Yusuf Hamdani, dan Aiptu Pol. Nasar (atas nama Laode Sabdin, kemudian dijual ke Salam Sahadia).
-
Syafaruddin bin Adji Rihani menjual ke Edy Lukisto dan ke pihak Pertamina Tapak Kuda.
-
Adi Andi menjual ke Yusanto.
-
Wongko Amiruddin menjual ke beberapa warga lainnya.
Jika memang lahan tersebut milik koperasi, mengapa pengurusnya bisa secara bebas menjual atas nama pribadi?
3. HGU Sudah Kedaluwarsa Sejak 1999
Isu paling krusial adalah status hukum dari Hak Guna Usaha (HGU) yang dijadikan dasar klaim eksekusi. HGU tersebut sudah kedaluwarsa sejak tahun 1999 dan tidak pernah diperpanjang. Maka, dasar kepemilikan atas lahan tersebut patut dipertanyakan secara hukum.
Eksekusi atas objek tanah seluas 25 hektare ini menjadi janggal jika dasar hukumnya adalah HGU yang tidak berlaku lagi. Apalagi, hingga saat ini tidak jelas siapa yang secara sah dan legal akan menjadi pemilik setelah eksekusi. Jika diserahkan kepada Abdi Nusa Jaya atau Koperson, maka diduga kuat terjadi pelanggaran hukum karena dasar kepemilikannya rapuh.
4. Identitas Tergugat Fiktif dan Batas Tanah Tak Pernah Jelas
Dalam perkara perdata No. 38, Koperson menggugat 38 orang yang dianggap menguasai lahan secara ilegal. Namun, sebagian nama tergugat diduga fiktif, alias tidak pernah ada atau tidak memiliki lahan olahan yang diklaim masuk dalam HGU Koperson. Lebih mencurigakan lagi, dari tiga kali upaya eksekusi, tidak pernah berhasil ditunjukkan batas-batas lahan yang disengketakan.
Fakta ini menunjukkan bahwa sejak awal, proses hukum yang digulirkan sarat dengan potensi manipulasi dan kepentingan pribadi. Apalagi, sebagian besar lahan yang disengketakan adalah lahan olahan warga yang telah ada jauh sebelum Koperson berdiri. (NFA)
Tinggalkan Balasan