JAKARTA – Tiga BUMN Indonesia dituding memasok senjata ke junta militer Myanmar yang dianggap melakukan pelanggaran HAM. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengaku belum mendengar kabar tersebut.
“Belum dengar saya soal itu,” kata Kartika di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/10/2023). “Saya terus terang nggak tahu, belum dapat informasinya,” lanjutnya.
Kartika belum bisa menjelaskan soal tindak lanjut dari Kementerian BUMN terkait kabar itu. Dia mengatakan pihaknya akan melakukan pemeriksaan terlebih dulu. “Saya nggak tahu, terus terang, saya akan periksa dulu nanti,” ujarnya.
Informasi ini berawal dari kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari The Chin Human Right Organisation (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), dan Marzuki Darusman dari Indonesia yang merupakan mantan Jaksa Agung RI dan mantan Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk Pelanggaran HAM di Myanmar.
Pada siaran pers tanggal 2 Oktober 2023 yang disiarkan lewat akun X @ChinHumanRights, mereka menyatakan pembuat senjata dari Indonesia dituding menjual secara ilegal produknya ke otoritas Myanmar. Mereka menuntut adanya investigasi terhadap hal ini.
“Dugaan ini meliputi promosi dan dugaan penjualan dari pistol, senapan serbu, amunisi, kendaraan tempur, dan peralatan lain ke militer Myanmar selama dekade terakhir, termasuk potensi adanya penjualan setelah percobaan kudeta Februari 2021,” kata kelompok masyarakat sipil tersebut.
Tiga BUMN yang dituding menjual senjata ke militer Myanmar adalah PT Pindad, PT PAl, dan PT Dirgantara Indonesia. Marzuki Darusman menjelaskan tiga BUMN tersebut ada di bawah kendali langsung pemerintah Indonesia.
Investigasi mereka menyebutkan senjata dari tiga BUMN Indonesia ke Myanmar dipasok lewat perusahaan Myanmar bernama Tue North Company Limited. Perusahaan itu dimiliki Htoo Htoo Shein Oo, putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan dalam junta militer Myanmar, Win Shein. Win Shein sendiri telah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Uni Eropa. Kelompok Justice For Myanmar mendesak True North dan pemiliknya untuk dijatuhi sanksi. True North sendiri sebenarnya adalah perusahaan swasta.
Komnas HAM juga sudah buka suara. Komnas HAM menyatakan telah menerima laporan mengenai isu penjualan senjata dari tiga BUMN ke militer Myanmar. Kesimpulan belum didapat.
BUMN Indonesia yang memproduksi alat pertahanan kini tergabung dalam holding BUMN bernama DEFEND ID. Holding itu berisi PT Len Industri, PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia dan PT PAl Indonesia. DEFEND ID pun membantah tudingan bahwa pihaknya menjual senjata ke rezim Junta Militer Myanmar.
“Holding BUMN Industri Pertahanan (DEFEND ID) menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca-1 Februari 2021 sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar,” kata DEFEND ID.
DEFEND ID menyatakan diri selalu selaras dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Holding ini menyatakan anggotanya, yakni PT Pindad, telah menghentikan ekspor produknya ke Myanmar sejak dua tahun lalu.
“Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) ke Myanmar terutama setelah adanya imbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar,” tulis DEFEND ID.
Mereka mengakui sempat mengekspor amunisi ke Myanmar pada 2016. Namun, amunisi itu berspesifikasi sport (olahraga) untuk keperluan Myanmar mengikuti olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016. DEFEND ID juga menegaskan PTDI dan PT PAL tidak menjual produknya ke Myanmar.
“Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar,” tulis DEFEND ID.(SW)