“Mengingat tantangan yang dihadapi bangsa dan negara ke depannya semakin kompleks. Khususnya dalam menghadapi potensi perang generasi kelima (G-V) berupa peperangan siber dan Informasi di dunia digital, yang dikenal juga dengan cyber warfare. Karenanya sangat penting bagi TNI untuk dapat menguasai artificial intelligence, cloud computing, hingga blockchain. Bahkan jika perlu juga membentuk angkatan ke-IV, Angkatan Siber, melengkapi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI ini menerangkan agar bisa menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal, TNI juga perlu didukung anggaran yang proporsional. Mengingat hingga saat ini, anggaran pertahanan Indonesia masih yang terkecil di ASEAN.
Pada tahun 2023 lalu misalnya, Kementerian Pertahanan mendapatkan sekitar Rp 134,32 triliun. Walaupun terbesar diantara Kementerian lain, namun angka tersebut hanya sekitar 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Idealnya, berbagai negara besar dunia menganggarkan anggaran pertahanan sekitar 2 persen dari PDB. Di ASEAN saja, Singapura menganggarkan sekitar 3 persen dari PDB, dan Vietnam sekitar 2,3 persen dari PDB. Karena anggaran pertahanan yang masih jauh dari ideal, tak heran jika modernisasi Alutsista hingga kesejahteraan dan pembinaan prajurit TNI belum dapat berjalan maksimal,” pungkas Bamsoet.(SW)
Tinggalkan Balasan