Pengacara Lukas Enembe Sebut Kasus Kliennya Rekayasa 14 Mantan Jenderal

JAKARTA – Pengacara Lukas Enembe sebut kasus kliennya rekayasa 14 mantan jenderal. Aloysius Renwarin masih berkeras kliennya tak bersalah dan semua itu adalah rekayasa.

Pengacara Lukas Enembe juga seperti memprovokasi pendukung Lukas Enembe dengan pernyataan-pernyataannya yang membuat panas suasana.

Lukas Enembe sendiri kabarnya masih terbaring sakit. Pengacara Lukas Enembe, Aloysius Renwarin mengatakan Lukas masih belum bisa dimintai keterangan.

Dikatakan Pengacara Lukas, Aloysius Renwarin kliennya ‘bonyok’, karena menghadapi 14 mantan jenderal polisi terkait dengan kasus dugaan korupsi gratifikasi yang menyeretnya menjadi tersangka oleh KPK.

“Pak Lukas ini bonyok berhadapan dengan mantan-mantan jenderal polisi. Saya harus sampaikan ini supaya mereka setop bermain, supaya rakyat tahu,” ujar Aloysius saat jumpa pers di Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Dia menganggap jika Lukas Enembe ini tengah berhadapan dengan 14 jenderal. Aloysius berujar bila belasan jenderal itu di antaranya merupakan jenderal bintang empat dan dua jenderal bintang tiga. Dimana dua nama diduganya adalah eks Kapolri Tito Karnavian dan eks Wakapolri Budi Gunawan.

“Pak Lukas berhadapan dengan 14 bintang jenderal polisi, bayangkan enggak bonyok ini pak Gubernur? Kasihan. Saya harus sampaikan terbuka, supaya mereka mundur, jangan merekayasa kasus ini,” ucapnya.

“Kalian tidak boleh menggunakan KPK yang dilahirkan melalui reformasi untuk mempertahankan kekuasaan,” sambungnya.

Dalam keterangannya, Tim Kuasa Hukum Gubernur Papua, Lukas Enembe menduga adanya agenda politik dibalik penetapan tersangka Lukas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas kasus dugaan korupsi gratifikasi sebesar Rp1 miliar.

Hal itu sebagaimana dugaan dari Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy bahwa ada pihak dibalik agenda politik itu adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan mantan Kapolda Papua Paulus Waterpauw.

Berawal dari isu pengelolaan dana beasiswa mahasiswa adalah SKPD terkait bukan Gubernur Papua. Stefanus menceritakan bahwa saat itu mereka hendak melakukan upaya pencegahan agar kliennya tidak maju mencalonkan diri untuk periode ke-2, untuk masa bakti tahun 2018-2023.

“Pertemuan tersebut berlangsung di rumah Dinas Kepala BIN (Budi Gunawan) yang difasilitasi oleh Kapolri (Tito Karnavian) dan BIN Daerah Papua (Brigjen Napoleon),” sebut Stefanus dalam keterangnanya, Minggu (25/9) lalu.

Baca Juga:   Karirnya Rusak, AKBP Dody Salahkan Teddy Minahasa

Dimana, dalam pertemuan itu, Budi Gunawan menyodorkan surat pernyataan yang berisi enam kesepakatan, antara lain sepakat menerima Irjen Paulus Waterpauw sebagai wakil Gubernur untuk mendampingi Lukas Enembe di dalam kontestasi Pilkada 2018.

“Namun begitu rencana tersebut gagal, lantaran Paulus Waterpauw tidak mendapatkan dukungan partai politik,” ucapnya.

Kegagalan jenderal bintang dua kala itu Paulus, lantaran koalisi partai saat waktu itu menginginkan Lukas Enembe dan Klemen Tinal melanjutkan kepemimpinan Papua pada periode tahun 2018-2023.

Tidak berhenti disitu, Stefanus kembali melontarkan dugaan adanya peristiwa kedua soal upaya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Gubernur Lukas Enembe pada hari Sabtu, tanggal 02 Februari 2019 di Hotel Borobudur Jakarta.

“Pertemuan tersebut dihadiri oleh Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua dan Kementerian Dalam Negeri. Materi pertemuan adalah menjelaskan substansi hasil evaluasi dari Direktorat Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri,” bebernya.

“Pertemuan tersebut merupakan pertemuan konsultasi antara kementerian dalam negeri dengan Pemprov Papua. Dalam pertemuan tersebut salah seorang peserta pertemuan membawa ‘Tas Ransel Hitam’ yang dicurigai KPK seolah olah dalam ‘Tas Ransel Hitam’ tersebut berisi sejumlah uang untuk menyuap pejabat Kemendagri yang hadir pada waktu itu,” lanjutnya.

Kemudian, Stefanus menjelaskan jika adanya ‘tas ransel hitam’ ternyata tidak terbukti. Karena tas tersebut ketika dibuka hanya memperlihatkan dokumen -dokumen berupa kertas dan tidak terdapat uang didalamnya.

“Lagi-lagi, institusi penegak hukum (KPK) berusaha mencari-cari kesalahan Gubernur LE, namun lagi-lagi tidak berhasil,” sebutnya.

Berlanjut ke peristiwa ketiga terjadi saat adanya kekosongan jabatan selepas meninggalnya Wakil Gubernur Klemen Tinal. Dimana Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian (Mendagri) untuk memaksakan agar Komjen Pol Paulus Waterpauw mengisi posisi tersebut.

“Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 10 Desember 2021 di Hotel Suni Abepura. Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian (Mendagri) dan Bahlil Lahadalia (Menteri Investasi/Kepala BKPM) datang khusus menemui Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura,” sebut Stefanus.

Baca Juga:   Kuasa Hukum Tom Lembong Bantah Klaim Tak Rugikan Negara

“Dengan agenda meminta secara khusus agar Gubernur Lukas Enembe dapat menerima Paulus Waterpauw menjadi Wakil Gubernur Papua menggantikan almarhum Klemen Tinal,” sambungnya.

Atas permintaan itu Lukas, kata Stefanus, menyarankan kepada Tito Karnavian agar menyampaikan kepada Paulus Waterpauw untuk mengurus rekomendasi dari Koalisi Partai pengusung.

“Namun sampai dengan habisnya waktu masa penggantian Wakil Gubernur menurut undang-undang, Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw ternyata tidak mendapatkan dukungan 9 partai politik pengusung Gubernur Lukas Enembe,” tuturnya.

Karena hal tersebut, Stefanus turut mempertanyakan mengapa Mendagri Tito Karnavian dan Menteri Bahlil terlibat langsung dalam mengisi jabatan Wakil Gubernur Papua yang bukan merupakan menjadi tugas pokoknya sebagai Menteri.

“Apakah ini bukan merupakan keterlibatan Mendagri dan Menteri Investasi mengintervensi Gubernur Papua dengan target-target tertentu. Apakah Mendagri Tito Karnavian sedang menjalankan agenda politik oknum- oknum tertentu termasuk partai politik tertentu yang sedang berkuasa,” terangnya.

Alhasil, Stefanus memunculkan sebagaimana rentetan kejadian dugaan digunakannya institusi penegak hukum (KPK) sebagai alat untuk mencapai kekuasaan politik tanpa melalui pemilu.

“Tujuan akhir dari itu, tentu ada upaya sistematis untuk menguasai sumber-sumber kekayaan alam Papua untuk kepentingan oknum-oknum di pemerintahan,” ujarnya.

KPK Tetapkan Lukas Enembe Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan Gubernur Papua Lukas Enembe sudah berstatus tersangka. Lukas dijerat KPK berdasarkan laporan dari masyarakat.

“Terkait penetapan tersangka RHP (Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak) dan Gubernur (Papua) LE (Lukas Enembe) ini untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga informasi yang diterima KPK,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.(SW)