Putusan MK Bikin KPK Ogah Dipanggil Ombudsman

JAKARTA – Sikap KPK tidak memenuhi panggilan Ombudsman terkait laporan dugaan maladministrasi yang dilayangkan Brigjen Endar Priantoro menuai sorotan. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai KPK bersikap jumawa.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan KPK seharusnya memberikan contoh bersikap koperatif sebagai bagian penegak hukum. Boyamin pun mengungkit sikap berbeda yang ditunjukkan KPK saat masih bersedia datang ke Ombudsman di polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Dulu zaman tes wawasan kebangsaan itu ketika diundang Ombudsman itu juga hadir pimpinan KPK diwakili Pak Ghufron. Jadi tidak ada alasan sekarang tidak datang dengan alasan bukan urusan kepentingan publik,” kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (30/5/2023).

Boyamin mengatakan, lewat revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, KPK kini telah dinyatakan sebagai rumpun eksekutif. Dia menilai status itu membuat KPK tidak memiliki alasan dalam menolak panggilan pemeriksaan dari Ombudsman.

Selain itu Boyamin menilai kasus pencopotan Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK tidak semata menjadi persoalan internal KPK. Kasus itu bisa ditelusuri keabsahannya secara administrasi oleh Ombudsman.

“Kalau menyangkut sumber daya manusia, karyawan, sistem penggajian ya tetap menjadi urusan Ombudsman. Memang boleh misalnya KPK memberikan gaji di bawah UMR? Kan nggak boleh juga atau berlebihan misalnya gajinya Rp 1 miliar, kan nggak boleh juga,” katanya.

Baca Juga:   Kontroversi Rekomendasi Penarikan 2 Petinggi KPK ke Polri oleh Firli Bahuri

“Sehingga kalau ada sesuatu yang dianggap bermasalah atau tidak tepat dari sisi administrasi bahkan ada maladministrasi dalam proses rekrutmen terus pemberhentian mutasi, promosi ya Ombudsman berwenang,” tambah Boyamin.

Menurut Boyamin, sikap KPK yang menolak pemeriksaan Ombudsman diduga merupakan efek dari putusan Mahkamah Konstitusi yang memperpanjang masa jabatan Firli Bahuri dkk. Putusan itu, kata Boyamin, membuat KPK menjadi jumawa.

“Mungkin ini salah satu dampak putusan MK perpanjang masa jabatan 5 tahun. Jadi terkesan jumawa,” ujar Boyamin.

KPK menjelaskan alasan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari Ombudsman soal laporan dugaan maladministrasi yang dilayangkan Brigjen Endar Priantoro selaku mantan Direktur Penyelidikan KPK. KPK menilai kasus pemberhentian Endar bukan ranah pelayanan publik.

Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa mengatakan seluruh proses rekrutmen hingga purna tugas pegawai KPK merupakan bagian dari sistem manajemen sumber daya manusia (SDM) KPK. Semua proses itu, kata Cahya, tidak masuk dalam kategori pelayanan publik.

“Demikian halnya pada proses pemberhentian saudara Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK yang telah selesai masa tugasnya adalah ranah manajemen ke-SDM-an di KPK, bukan pelayanan publik,” kata Cahya kepada wartawan, Selasa (30/5/2023).

Baca Juga:   Dua Pasien Tewas dalam Pengepungan Israel di RS Indonesia Gaza

Cahya mengatakan kasus pemberhentian Endar selaku Direktur Penyelidikan KPK tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme yang diatur Ombudsman. Menurut Cahya, kasus Endar seharusnya diproses di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Penyelesaian persoalan ini memedomani hukum administrasi kepegawaian ataupun administrasi pemerintahan sesuai UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang bermuara pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan di Ombudsman,” katanya.(SW)