Kepala IAEA Khawatir Serangan Balik Israel Sasar Fasilitas Nuklir Iran

Kepala IAEA Khawatir Serangan Balik Israel Sasar Fasilitas Nuklir Iran (foto canva)
Kepala IAEA Khawatir Serangan Balik Israel Sasar Fasilitas Nuklir Iran (foto canva)

JAKARTA – Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengungkapkan kekhawatiran bahwa serangan balasan Israel mungkin menargetkan fasilitas nuklir Iran. Pernyataan ini muncul setelah sejumlah pertanyaan dari awak media tentang kemungkinan serangan tersebut, di mana Grossi menjawab, “Kami selalu mengkhawatirkan kemungkinan ini,” saat konferensi pers, Senin (15/4).

Iran baru saja menutup beberapa fasilitas nuklirnya dengan alasan keamanan pada hari Minggu, menurut Grossi. Ia menambahkan bahwa saat fasilitas dibuka kembali, IAEA akan melanjutkan pemantauan untuk memastikan tidak ada kegiatan yang mencurigakan. “Kita akan melanjutkan penilaian besok. Ini tidak berdampak terhadap aktivitas inspeksi kami,” terang Grossi.

Kepala IAEA secara rutin memeriksa fasilitas pengayaan utama Iran, termasuk di Natanz, yang merupakan pusat dari program nuklir Iran. Iran berulang kali menegaskan bahwa program nuklir mereka bertujuan untuk keperluan damai, namun negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya, mencurigai Iran berambisi mengembangkan senjata nuklir.

Situasi ini semakin memanas setelah Iran melancarkan serangan terhadap Israel pekan lalu sebagai balasan atas serangan ke Konsulat Jenderal Iran di Damaskus, Suriah. Selama serangan tersebut, Iran menargetkan fasilitas militer Israel.

Baca Juga:   Kementan Jaga Ketahanan Pangan ASEAN dengan Pemanfaatan Lahan Pekarangan

Menanggapi serangan Iran, panglima militer Israel menyatakan kesiapan mereka untuk membalas. Sampai saat ini, Israel belum memberikan detail tentang bentuk balasan mereka. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Israel telah berhasil mencegat dan menangkis serangan dari Iran.

Konteks internasional meningkatkan tekanan dan kekhawatiran terhadap stabilitas regional. Komunitas internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, telah menyerukan kedua negara untuk menahan diri dan mencari jalan diplomasi. Eskalasi lebih lanjut bisa berakibat fatal, mengingat risiko serangan terhadap fasilitas sensitif dan potensi untuk konflik yang lebih luas.