Kilang Minyak Balikpapan Bakal Jadi Kilang Minyak Terbesar Ketiga di Asia Tenggara

JAKARTA – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), kilang minyak, terus mengerjakan Mega proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan. RDMP Balikpapan bakal meningkatkan kapasitas kilang menjadi 360.000 barel per hari dari sebelumnya 260.000 barel per hari.

Dengan kata lain, ada peningkatan kapasitas sebesar 100.000 barel per hari. Corporate Secretary KPI Hermansyah Y Nasroen mengatakan, peningkatan kapasita ini akan selesai bulan Mei 2024.

“Ini Mei nanti kapasitasnya naik 100.000 jadi 360.000 barel per hari, dari yang sekarang 260 ribu,” katanya, Rabu (3/4/2024)

Dengan begitu Refinery Unit V Balikpapan bakal menjadi kilang terbesar di Indonesia, menggeser Refinery Unit IV Cilacap yang kapasitas produksinya 348.000 barrel per hari. Menurut Hermansyah, Kilang Balikpapan juga bakal menjadi salah satu kilang terbesar di Asia Tenggara.

“Kalau di Asia Tenggara Kilang Balikpapan ini jadi salah satu yang terbesar,” sebutnya.

Saat ini kilang milik Exxon di Singapura masih jadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas mencapai 592.000 per hari. Lalu, CNA melaporkan kilang Shell di Pulau Bukom, Singapura bisa menyentuh kapasitas puncaknya hingga 500.000 barel per hari.

Baca Juga:   Gelar Pelatihan Bahasa dan Budaya, Kementan Siapkan Mahasiswa/ Alumni Polbangtan dan PEPI Magang di Luar Negeri

Kemudian Kilang Balikpapan bakal menempati posisi ketiga terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas barunya yang sebesar 360.000 barel per hari. Setelah itu ada Kilang Cilacap dengan kapasitas 348.000 barel per hari, dan Singapore Refining Corporation Jurong Island Refinery dengan kapasitas 290.000 barel per hari.

Sebagai informasi, Kilang Balikpapan memiliki dua Crude Distillation Unit (CDU). Pertama adalah CDU IV yang ditingkatkan kapasitas pengolahannya dari semula 200 kilo barel per day (kpbd) menjadi 300 kpbd. Kemudian CDU V sebesar 60 kpbd.

Selain meningkatkan kapasitas, proyek RDMP juga bertujuan memperbaiki kualitas produk dan menurunkan harga pokok produksi bahan bakar minyak (BBM). Hal ini akan mendorong peningkatan devisa serta penerimaan pajak, dan membantu mewujudkan kemandirian energi serta menekan defisit neraca perdagangan (current account deficit/CAD) dengan menurunkan impor produk BBM dan petrokimia secara signifikan.

Proyek ini mengusung aspek keberlanjutan dan lingkungan dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi berstandar Euro 5 yang memiliki kandungan sulfur lebih rendah sehingga lebih ramah lingkungan. Proyek ini disebut akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi daerah dengan melibatkan perusahaan lokal.

Baca Juga:   Jokowi Targetkan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,2 Persen di 2024

Lalu menciptakan lapangan kerja lokal, dan menargetkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 30%-35%. Selain itu, dengan penambahan produksi BBM, LPG dan petrokimia nasional, diharapkan dapat menghemat defisit neraca perdagangan Indonesia hingga US$ 2 miliar per tahunnya.(SW)