JAKARTA: Mantan Lurah PAI benarkan bahwa dirinya pernah membuat permohonan kepemilikan tanah atas nama Tjoddo.
Sepucuk surat pernyataan ditulis mantan lurah PAI, Jabbar, S.Sos. Ditandatangani di Makassar, tanggal 21 Juni 2023. Dalam surat itu, mantan Lurah Pai ini menulis bahwa dirinya pernah menulis surat keterangan terkait kepemilikan tanah di KM 18 Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan.
“Bahwa benar saya Mantan Lurah Pai, pernah membuat surat keterangan ketika saya menjabat sebagai Lurah Pai, sebagai berikut: 1. Surat Keterangan nama yang sama atas nama TJODDO. 2. Surat Keterangan Penguasaan Fisik. 3. Surat Keterangan terdaftar di Buku C. 4. Permohonan Penerbitan Surat Blanko dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Demikian Surat Pernyataan ini saya buat”. Demikian bunyi surat pernyataan tersebut.
Sebagaimana tertulis di surat pernyataan itu, Jabbar memang memiliki keterkaitan sejarah dengan Tjoddo, pemilik tanah di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan. Tanah ini sejak 21 Agustus 2014 diduduki paksa oleh Indogrosir.
Jabbar-lah yang pada tahun 2013, dalam kapasitasnya sebagai Lurah Pai, pernah membuat dan menandatangani Surat Keterangan No. 593/03/KP/XI/2013.
Dalam surat itu tertulis: “Yang bertanda tangan dibawah ini Lurah Pai Kecamatan Biringkanaya menerangkan bahwa yang terdaftar berdasarkan buku C Tahun 1955 yang ada pada kami atas nama TJODDO Persil 6 D I Kohir 54 C1 Blok 157 Lompo Pai. Demikian keterangan ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya”.
Terbitnya surat keterangan itu sendiri, kenang Jabbar, bermula dari datangnya Abd Jalali Dg Nai, ahli waris Tjoddo, ke Kelurahan Pai pada 12 Agustus 2013. Saat itu, Dg Nai juga membawa Surat Rintjik Persil 6 D I Kohir 54 C I atas nama kakeknya, Tjoddo.
“Beliau minta dibuatkan surat keterangan untuk pembuatan sertifikat tanah milik Tjoddo di Kilometer 18,” ucap Jabbar, yang bertugas sebagai Lurah Pai pada 2013-2016.
Permintaan itu kemudian ditindak-lanjuti Jabbar dengan membuka Buku C Tahun 1955, yang tersimpan di Kelurahan Pai.
“Sesuai data di buku itu, jelas tertulis: Persil 6 D I Kohir 54 C I Blok 157 Lompo Pai adalah milik Tjoddo. Data inilah yang membuat kami membuat Surat Keterangan yang saya tandatangani tersebut,” tegas Jabbar.
Sampai saat ini, Surat Keterangan No. 593/03/KP/XI/2013 dari Kelurahan Pai itu masih disimpan rapi Dg. Nai. Ahli waris Tjoddo ini juga masih menyimpan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah [Sporadik] yang ditandatanganinya di atas materai pada 12 Agustus 2013, serta Surat No. 593/KP/XI/2021 dari Kelurahan Pai, tanggal 23 November 2021, yang ditandatangani Lurah Pai, Bustan, S. Sos.
Surat terakhir ini merupakan jawaban atas surat Dg. Nai pada 15 November 2021, perihal Persil 6 D I Kohir 54 C I Blok 157 atas nama Tjoddo b. Laumma. Dan, dijawab dalam surat Lurah Pai tersebut: sesuai Buku C yang ada di Kantor Kelurahan Pai, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, tidak bisa terbaca lagi tulisannya berhubung karena sudah lapuk.
Kendati tulisan di Buku C Kelurahan Pai sudah tidak bisa terbaca lagi, namun menurut Jabbar, selaku mantan Lurah Pai, tak ada lagi yang perlu disangsikan atas hak kepemilikan Tjoddo di tanah Persil 6 D I Kohir 54 C I tersebut. Sebab, Buku C yang dibuka pada tahun 2021 itu, sama dengan Buku C yang dibukanya pada 2013.
“Jadi, kalaupun tulisannya sekarang sudah kabur, bisa dipastikan data di buku tetap sama. Tjoddo adalah mutlak pemilik tanah Persil 6 D I Kohir 54 C I, sebagaimana dulu tertulis dan terbaca di buku itu,” kata Jabbar, yang pernah bertugas sebagai Lurah di Kelurahan Sudiang, Tallo Baru, Sudiang Raya, dan Pai.
“Pai adalah tempat tugas terakhir saya sebagai Lurah,” kata Jabbar, yang resmi pensiun pada 1 April 2016.
Sekian tahun berlalu setelah purna tugas, bapak empat anak dan kakek tujuh cucu ini seolah memang ditakdirkan tak boleh jauh-jauh dari Pai: wilayah di mana tanah warisan milik Tjoddo berada, yang hingga kini belum bisa kembali ke tangan Dg Nai, ahli waris tanah itu.
Tanggal 21 Juni 2023 lalu, malam-malam waktu Makassar, tangan Jabbar pun tampak ringan saja membubuhkan tandatangannya di Surat Keterangan bermaterai yang diketiknya sendiri, demi membantu Dg Nai kembali haknya di tanah warisan kakeknya itu.***