Sukses Ungkap Kasus Gagal Ginjal, Polri dan kejaksaan sama-sama Dapat Pengharhgaan.

JAKARTA – Public Interest for Police Trust memberikan penghargaan kepada Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas keberhasilan mengungkap kasus gagal ginjal akut pada anak. Polri dan Kejagung berhasil membongkar kasus kejahatan yang dinilai rapi dan tersembunyi tersebut.

“Kita apresiasi terhadap aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan PU, yang begitu menurut kami telah bekerja melalui panggilan tugasnya masing-masing, baik penyidik maupun penuntut umum, sehingga bisa membongkar sebuah kejahatan yang sangat rapi, kejahatan yang tersembunyi di tengah-tengah ketiadaan data,” kata Ketua Umum Public Interest for Police Trust dr M Nasser di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2023).

Nasser menuturkan, meski sulit mendapatkan data, Polri dan Kejagung bisa memproses kasus tersebut. Dia mengatakan kasus gagal ginjal akut merupakan kasus kejahatan kesehatan besar.

“Data yang tidak tersedia dengan sangat sukar memperoleh data, sangat sukar memperoleh akses, namun dapat terungkap sebuah kejahatan sistematis terencana yang sebetulnya. Kalau di negara-negara luar disebutkan sebagai kejahatan kesehatan besar karena korbannya 204 orang anak-anak rentan 1-11 tahun yang meninggal karena minum sirup paracetamol yang bahan baku tambahannya antara lain adalah bahan baku tambahannya sebetulnya bahan untuk industri cat,” ujarnya.

Hadir mewakili Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Nunung Saifuddin menyampaikan pengungkapan kasus tersebut berkat kerja sama dan sinergisme bersama BPOM dan Kejagung serta seluruh stakeholder. Dia mengatakan tersangka dan barang bukti kasus gagal ginjal akut sudah diserahkan ke kejaksaan.

“Salah satu pencapaian tim yang turut kita apresiasi adalah keberhasilan penyelesaian kasus gangguan ginjal akut progresif artifisial pada anak yang telah terbukti menemukan cemaran pada obat paracetamol. Saat ini penanganan perkara ini sudah dinyatakan P21 dan tersangka dan barang bukti sudah dikirim atau tahap II,” kata Nunung dalam sambutannya.

Nunung berharap penghargaan ini bisa meningkatkan motivasi dan kinerja anggota Polri. Dia menegaskan Polri akan menindak segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan pada kesehatan.

“Keberhasilan pengungkapan ini adalah terkait berkat kerja sama dan sinergitas antara Polri, Kementerian Kesehatan, BPOM dan, Kejagung serta seluruh stakeholder lainnya. Saya berharap penghargaan dari Public Interest for Police Trust ini dapat meningkatkan motivasi dan pemacu semangat seluruh personel untuk memberikan kinerja terbaik dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana kesehatan,” ujarnya.

“Saya berharap kita semua dapat terus melanjutkan komitmen dan perjuangan dalam menekan ruang gerak pelaku kecurangan dalam bidang kesehatan. Apabila ada yang mencoba, maka akan kita proses hukum dan berikan sanksi tegas. Hal ini merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas tindak pidana kesehatan sampai ke akar-akarnya,” imbuhnya.

Baca Juga:   Ada Buron KPK yang Sudah Pindah Kewarganegaraan

Berikut ini nama-nama penyidik Polri yang menerima penghargaan:
1. Brigjen Nunung Saifuddin
2. Kombes Indra Lutriano Amstono
3. Kompol Andika Urraryidin
4. AKP Yulinar
5. Iptu Radiawanto
6. Iptu Jimmy Perdana
7. Ipda Sutrisno
8. Bripka Ruli Nebil Ahmad
9. Brigadir Irvan Suhartika
10. Bripda Martoni

Berikut ini nama-nama jaksa penuntut umum yang mendapat penghargaan:
1. Dwi Setya Budi Utomo
2. Muhammad Lutfi Andrian
3. Ikhsan Nashrullah
4. Muhammad Lutfi Andrian
5. Pudin Saprudin

Sementara itu KPAI mengirim surat ke Menteri PMK Muhadjir Effendy terkait pemberian santunan korban gangguan ginjal akut pada anak (GGAPA). KPAI menyebut Kementerian Sosial (Kemensos) bisa memberikan skema santunan kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dan mengalami GGAPA.

“Berdasarkan kondisi tersebut KPAI melalui surat nomor 247/9/KPAI/4/2023 pertanggal 5 April 2023 berkirim surat yang berisikan rekomendasi langkah-langkah yang bisa diupayakan Menko PMK, pertama, Kementerian Sosial RI dapat memberikan skema bantuan santunan kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dan anaknya yang mengalami GGAPA, dikarenakan sampai saat ini belum ada pertanggungjawaban dari pemerintah maupun stakeholder terkait yang diberikan kepada keluarga korban,” kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (7/4/2023).

Jasra juga menilai Kemenkes perlu memastikan penyediaan fasilitas rujukan dan menyelenggarakan akses pengobatan yang komprehensif bagi anak dan keluarga yang menjadi korban GGAPA. Hal itu agar setiap anak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.

“Kemenkes perlu memastikan penyediaan fasilitas rujukan dan menyelenggarakan akses pengobatan yang komperhensif bagi anak dan keluarga yang menjadi korban GGAPA, agar setiap anak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal, dengan meliputi upaya penanganan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan,” katanya.

Tak hanya itu, Jasra merekomendasikan agar KPPPA melakukan koordinasi pendataan korban di tingkat daerah dan lembaga kesehatan. Dia juga menyebut dalam hal ini, BPJS Kesehatan harus membuat skema pembiayaan pengobatan lanjutan terhadap para korban GGAPA.

“KPPPA perlu melakukan koordinasi (1/3) pendataan korban lebih lanjut antara lembaga daerah dan lembaga kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi pendampingan dalam memberikan pendampingan psikologis kepada keluarga korban pasca kehilangan anak akibat GGAPA,” ujarnya.

“BPJS Kesehatan membuat skema pembiayaan pengobatan lanjutan terhadap para korban GGAPA, dimana sampai saat ini masih ada pengobatan lanjutan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan menjadi tanggungan keluarga korban, seperti cuci darah dan pembelian obat lainnya diluar kasus GGAPA karena adanya komplikasi penyakit yang ditimbulkan,” imbuhnya.

Baca Juga:   Rekontruksi Petugas Imigrasi Dibunuh oleh WNA Korea

Lebih lanjut, Jasra mengapresiasi pemerintah dan stakeholder terkait dalam menangani kasus kesehatan anak kasus gagal ginjal akut progresssif atipikal pada anak atau GGAPA. Jasra menyebut negara mempunyai kewajiban memulihkan hak-hak korban.

“Negara punya kewajiban memulihkan hak hak korban, sebagaimana juga rekomendasi Komnas HAM,” Jasra.

Pemberian Santunan Masih Dibahas
Kepala Biro Komunikasi dan Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi sebelumnya menyebut pemberian santunan korban gagal ginjal akut masih dibahas bersama dengan empat kementerian lain termasuk Kementerian Sosial.

“Masih dibahas, yang santunan kan? Nanti ini masih dibahas,” kata dr Nadia kepada wartawan, Senin (27/3).

“Kemarin terakhir Sabtu masih pertemuan antara kita, Kemensos, Kemenkeu, dan Kemenko PMK untuk mekanismenya,” imbuh dr Nadia.

Adapun pertemuan tersebut membahas besaran anggaran tiap kementerian atau lembaga soal pertimbangan pemberian santunan tertentu termasuk kriteria penerima dan petunjuk teknis pemberian santunan.

“Karena kan sebenarnya Kemenkes itu tidak punya tusi (tugas dan fungsi) untuk memberikan santunan ya, jadi kan bukan tugas kita. Nah, tapi Kemensos masih mempertimbangkan. Seperti itu,” lanjut dia.

Terpisah, Menteri Sosial Tri Rismaharini melalui pernyataan resmi menegaskan pihaknya belum bisa memberikan santunan kepada korban gagal ginjal akut. Hal itu berkaitan dengan menurunnya anggaran untuk masalah sosial ratusan miliar rupiah.

Dalam surat yang menjawab permintaan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, disebutkan penjelasan di balik penolakan pemberian santunan tersebut.

“Bersama ini kami sampaikan bahwa Kementerian Sosial tidak ada alokasi anggaran terkait santunan, penanganan, keringanan biaya pengobatan dan pemulihan kesehatan para pasien dan keluarga, dikarenakan anggaran Kemensos untuk penanganan permasalahan sosial mengalami penurunan sebesar Rp 300 miliar,” terang Risma dalam surat tersebut, dikutip Selasa (28/3/2023) beberapa hari.

Surat itu juga ditembuskan kepada Menteri Sekretaris Negara RI, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional hingga Menteri Kesehatan RI.(SW)