kabarfaktual.com — Dalam pengumuman yang mengejutkan publik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi mengungkapkan bahwa lima perusahaan tambang telah mengantongi izin operasi di kawasan super-eksklusif dan kaya biodiversitas Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Kelima perusahaan tersebut akan menancapkan kuku industrinya di lima pulau yang tersebar di wilayah perairan yang selama ini dikenal sebagai surga bawah laut dunia: Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, Pulau Kawe, dan Pulau Waigeo.

Langkah ini, meskipun diklaim telah melalui proses evaluasi ketat dan sesuai regulasi, langsung memicu kekhawatiran luas dari berbagai kalangan, mengingat status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi kelas dunia yang rentan terhadap kerusakan ekosistem.

Berikut Daftar Perusahaan Tambang yang Telah Diberi Lampu Hijau:

Izin dari Pemerintah Pusat:

  1. PT Gag Nikel – Pulau Gag

    • Pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII, dengan luas 13.136 hektar.

    • Sudah memasuki tahap operasi produksi hingga tahun 2047.

    • Telah membuka 187,87 hektar, dan 135,45 hektar di antaranya telah direklamasi.

    • Meski siap berproduksi, perusahaan masih tertahan karena belum mengantongi Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk membuang air limbah.

  2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP) – Pulau Manuran

    • Pemegang IUP Operasi Produksi hingga 2034 dengan area 1.173 hektar.

    • Telah mengantongi dokumen AMDAL dan UKL-UPL sejak 2006.

Izin dari Pemerintah Daerah:

  1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) – Pulau Batang Pele

    • IUP berlaku hingga 2033 untuk lahan seluas 2.193 hektar.

    • Masih dalam tahap eksplorasi dan belum memiliki dokumen lingkungan. Sebuah lampu merah besar untuk keberlanjutan.

  2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) – Pulau Kawe

    • Memiliki IUP untuk area 5.922 hektar, berlaku hingga 2033.

    • Produksi sempat berlangsung pada 2023, namun kini mandek total.

  3. PT Nurham – Pulau Waigeo

    • IUP berlaku hingga 2033, mencakup wilayah 3.000 hektar.

    • Telah mengantongi persetujuan lingkungan sejak 2013, namun hingga kini belum memulai produksi.

Langkah pemberian izin ini menempatkan pemerintah di persimpangan antara pembangunan dan pelestarian, dan membuka ruang diskusi panas soal prioritas nasional. Apakah keuntungan ekonomi jangka pendek pantas mengorbankan warisan alam tak tergantikan?

Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau ia adalah ikon dunia bagi konservasi laut, tempat tinggal bagi ribuan spesies unik, dan jantung ekowisata Indonesia. Aktivitas tambang di wilayah ini bukan sekadar data teknis, melainkan pukulan emosional dan ekologis yang bisa meninggalkan luka permanen.