“Ini ada motif pribadi. Dikira ini akan berdampak kepada individu. Padahal tidak. Putusan MK kan prospektif. Nah etika, itu tidak bicara substansinya ini. Etika itu bicara motifnya. Wah ini ada motif yang tidak baik. gitu kira-kira,” ujarnya.
Jimly melanjutkan, perubahan putusan MK ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, hal ini menurutnya bisa menjadi contoh oleh yang lainnya.
“Kan kalau dibiarkan bisa yang lain juga diubah. Dua kata di tempat lain. Dan bisa menyangkut substansi. Kayak misalnya Uu Cipta Kerja itu. Berapa kata itu yang diubah. coret sana coret sini. Padahal sudah disahkan,” tutur Jimly.
“Proses pembentukan putusan, pengumuman putusan publikasi itu harus sama dengan UU. Jadi saya menganggap kasus ini jadi bagus untuk pelajaran, untuk perbaikan ke depan,” imbuh dia.
Lebih lanjut, Jimly berharap agar kasus ini tidak terulang lagi. Dia meminta agar naskah putusan MK yang sudah dimuat di berita negara untuk diubah dan diganti yang baru.
“Tapi saya menyampaikan ini masalah serius dan tidak boleh terulang kembali dan bahkan naskah putusan MK yang sudah dimuat di berita negara itu harus diubah, tarik, diganti dengan yang baru dan ini belum pernah terjadi dalam sejarah, baik di lembaran negara maupun berita negara, ditarik kembali, diganti, belum pernah kejadian. Nah melalui perkara ini, ini harus dilakukan, ganti itu dengan yang baru. Nah siapa yang salah ya itu terserah aja mana yang dinilai. Saya rasa kita harus mempertimbangkan banyak hal jangan diperlebar masalahnya,” papar Jimly.(SW)
Tinggalkan Balasan