kabarfaktual.com – Seorang wali murid asal Babelan, Kabupaten Bekasi, Adhel Setiawan, resmi melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Laporan tersebut terkait program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak anak.
Adhel melaporkan kebijakan tersebut bersama kuasa hukumnya, Rezekinta Sofrizal, pada Kamis (8/5/2025). Menurut Adhel, penempatan anak-anak di lingkungan militer dengan dalih pembentukan karakter merupakan pendekatan yang keliru.
“Pelaporan ini sebagai bentuk protes atas kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah di barak militer,” ujar Adhel di Babelan, Senin (12/5/2025).
Ia menilai, sekalipun anak-anak tersebut berperilaku nakal, mereka tetap membutuhkan pendekatan edukatif dari orangtua, guru, dan pemerintah – bukan dari aparat militer.
“Tidak ada jaminan bahwa dengan dimasukkan ke barak, perilaku anak akan menjadi baik,” tegasnya.
Adhel juga mengkritisi minimnya transparansi dalam pelaksanaan program tersebut. Ia mempertanyakan siapa yang melatih siswa, metode yang digunakan, hingga dampak psikologis dari kegiatan yang menyerupai pelatihan militer.
“Saya lihat di media, anak-anak digunduli, dipakaikan baju militer, disuruh merangkak di tanah becek, yel-yel layaknya tentara. Ini tidak manusiawi dan jauh dari nilai pendidikan,” ujar Adhel.
Ia menyebut program ini sebagai “kebijakan putus asa” yang tidak melalui kajian mendalam dan mengabaikan falsafah pendidikan yang seharusnya memanusiakan anak.
Kuasa hukum pelapor, Rezekinta Sofrizal, turut mengecam kebijakan ini. Ia menilai, peran militer dalam pendidikan anak bertentangan dengan tugas pokok TNI, dan bahwa pendidikan karakter seharusnya dimulai dari lingkungan keluarga.
“Jika anak nakal, pemerintah seharusnya memberikan edukasi parenting kepada orangtua, bukan malah menyerahkan anak ke tangan militer,” ujar Direktur Eksekutif LBH Pendidikan Indonesia itu.
Rezekinta mendesak agar program tersebut dihentikan dan pemerintah daerah fokus pada penguatan peran orangtua serta pendidikan berbasis nilai-nilai kemanusiaan.
Di sisi lain, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, justru mendukung program barak militer ini. Menurutnya, jika berhasil diterapkan di Jawa Barat, program tersebut dapat diadopsi secara nasional.
“Kalau Jabar sukses, kami akan ajukan kepada Menteri Pendidikan agar model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia,” ujarnya usai menerima Gubernur Dedi Mulyadi di kantor Kemenkum HAM, Kamis (8/5/2025).
Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program ini bertujuan membentuk disiplin dan tanggung jawab siswa yang terindikasi terlibat pergaulan bebas dan tindakan kriminal. Peserta dipilih berdasarkan kesepakatan sekolah dan orangtua, dengan masa pembinaan enam bulan.
“Kami menggandeng TNI dan Polri agar pembinaan karakter ini lebih optimal,” ujar Dedi.
Program ini memicu perdebatan publik antara efektivitas pendidikan karakter berbasis militer dan hak anak untuk mendapatkan pendekatan yang lebih humanis. Sementara Pemprov Jabar tetap melanjutkan program, laporan ke Komnas HAM diperkirakan akan memicu evaluasi lebih lanjut terhadap legalitas dan etika kebijakan tersebut.
Tinggalkan Balasan