kabarfaktual.com – Pemerintah telah mengumumkan tidak akan melakukan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2025. Meskipun demikian, rokok tetap menjadi penyumbang inflasi di tengah tren deflasi selama lima bulan terakhir. Hal ini diungkapkan oleh Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti dalam konferensi pers pada Selasa (1/10/2024).
Amalia menjelaskan bahwa konsistensi rokok sebagai kontributor inflasi dipengaruhi oleh penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 dan No. 192/2022 yang menetapkan besaran tarif CHT. “Rokok umumnya naik karena ditetapkannya tarif cukai hasil tembakau di awal tahun,” jelasnya. Menurut Amalia, penjualan rokok di tingkat eceran terus mengalami kenaikan setiap bulan, yang berkontribusi terhadap inflasi bulanan.
Ia menambahkan bahwa kenaikan harga rokok di tingkat eceran dilakukan secara bertahap oleh para pedagang. “Kemungkinan pedagang menaikkan harga rokoknya bertahap, tidak langsung sebesar kenaikan tarif cukainya,” ungkapnya lebih lanjut.
Selama tahun 2024, komoditas sigaret kretek mesin (SKM) tercatat sebagai salah satu penyumbang inflasi bulanan maupun tahunan. Pada realisasi Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2024, terjadi deflasi bulanan sebesar 0,12%. Namun, kelompok makanan, minuman, dan tembakau tetap mencatat deflasi 0,59%, dengan andil deflasi sebesar 0,17%.
Meskipun demikian, SKM memberikan andil inflasi sebesar 0,01%. Secara tahunan, inflasi didorong kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi 2,57% dan kontribusi 0,73%. SKM menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua, setelah beras, dengan andil 0,13%.
Meskipun cukai rokok tidak akan dinaikkan tahun depan, pemerintahan Prabowo berencana menyesuaikan harga jual eceran rokok.