Ini Peran Dua Jendral yang Dicopot Terkait Kasus Tewasnya Brigadir J

JAKARTA – Ada dua jenderal bintang satu saat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan mutasi terhadap sejumlah perwira tinggi dan menengah yang dianggap terlibat kasus kematian Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Keduanya adalah Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali.

Masyarakat pun bertanya-tanya apa sebenarnya peran Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigjen Benny Ali di kasus tewasnya brigadir J sehingga keduanya ikut dicopot. Berikut beberapa hal yang kemungkinan membuat mereka dicopot..

Hendra Kurniawan disebut sebagai orang yang melakukan intimidasi terhadap keluarga Yosua. Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak sempat menyatakan bahwa Hendra adalah perwira yang menggeruduk kediaman Samuel Simanjuntak, ayah Yosua, di Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jambi.

Hendra saat itu disebut membawa puluhan anggota polisi dan memaksa keluarga untuk menerima cerita bahwa Yosua meninggal karena penembakan oleh Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu setelah melakukan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.

Dalam pertemuan itu, Hendra disebut pengacara brigadir J, sempat menyandera Samuel dan keluarga serta merampas telepon seluler mereka. Hendra juga yang disebut menolak permintaan keluarga agar Yosua dikuburkan dengan upacara dinas kepolisian.

“Perlakuan itu melukai perasaan keluarga korban yang tengah dirundung duka,” ujar Kamaruddin.

Sementara Kamaruddin juga sempat menyebut nama Benny Ali sebagai orang yang memaksa adik Yosua agar menandatangani surat persetujuan permohonan autopsi. Belakangan diketahui bahwa autopsi itu menyalahi prosedur kaarena telah dilakukan sebelum surat tersebut ditandatangani oleh keluarga.

Baca Juga:   Tak Tahu Rencana Pembunuhan, Bharada E Diperintahkan Menembak Brigadir J

“Karo Provos memaksa adik korban menyetujui permohonan autopsi. Padahal ini bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dia,” tutur Kamaruddin.

Anak buah Benny juga sempat disebut mengambil dekoder di Kompleks Polri Duren Tiga, area rumah dinas Ferdy Sambo. Pengambilan dekoder itu dilakukan sepekan setelah kematian Yosua pada Jumat, 8 Juli 2022.

Pengambilan dekoder yang sempat disebut rusak itu diduga tak melalui prosedur penyitaan yang benar. Pasalnya, petugas keamanan komplek menyatakan tak menerima surat penyitaan dari polisi.

Belakangan Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, membenarkan kabar bahwa dekoder dan kamera tersebut sempat diambil personel Provos. Ia menegaskan, kamera dan rekaman sudah diserahkan kepada penyidik dan dalam kondisi utuh.

“Semua rekaman itu sudah ada di tangan penyidik,” tutur Dedi.

Selain itu, anak buah Benny juga disebut sebagai pihak yang pertama hadir di rumah dinas Ferdy Sambo saat kejadian. Mereka disebut ikut melakukan olah Tempat Kejadian Perkara meskipun itu bukan tugasnya. Mereka juga disebut sempat menguasai telepon genggam Yosua yang menurut keluarga dinyatakan hilang oleh polisi. Bahkan iPhone 13 milik Yosua terblokir karena diutak-atik tanpa mengetahui kata sandi.

Baca Juga:   Tragedi Kanjuruhan, Polri Bakal Audit SOP Penggunaan Gas Air Mata

Listyo Sigit menunjuk Irjen Syahardiantono sebagai pengganti Irjen Ferdy Sambo untuk menduduki posisi Kadiv Prompam Polri. Syahardiantono sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kabareskrim.

Posisi Hendra Kurniawan diisi oleh Brigjen Anggoro Sukartono yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Waprof Div Propam Polri dan posisi Benny Ali diisi oleh Kombes Gugu Setiono yang sebelumnya menjabat sebagai Kabag Yanduan Div Propam Polri.

Baik Hendra maupun Benny kini menjabat sebagai Pati Yanma Polri. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun menegaskan semua anak buahnya yang dianggap bekerja tak profesional dalam pengungkapan kasus Brigadir J akan menjalani pemeriksaan baik oleh tim inspektorat khusus maupun tim khusus.(SW)