“Dengan menjadikan pemilu tertutup, hak mereka berarti telah diamputasi. Ini jelas pelanggaran,” ujarnya.

Nasim menambahkan, sistem pemilu tertutup akan membuat calon legislatif mendapatkan nomor urut yang ditentukan partai. Calon-calon yang bertarung di Pileg, kata dia, tidak bisa mandiri dan terkesan diatur-atur partai.

“Padahal bukan itu tujuan demokrasi. Sistem demokrasi membuka ruang untuk semua putra-putri terbaik bangsa mengeksplorasi kapasitasnya hingga batas maksimal, untuk mengabdi bagi kemajuan Indonesia bukan mengabdi untuk partai,” ujar Nasim.

Nasim tak sepakat dengan anggapan pemilu tertutup lebih menghemat biaya dibandingkan sistem terbuka karena desain surat suara dibuat sederhana. Menurutnya, jika negara ingin benar-benar mau menghemat, caranya bukan dengan mengorbankan sistem demokrasi yang sudah berjalan selama ini.

“Sistem yang berkualitas harus disiapkan secara matang dan tidak amburadul. Dampak manfaat dari sistem proporsional tertutup menunjukkan kemunduran demokrasi yang akan berimplikasi terhadap kemajuan bangsa ini di masa depan. Tidak ada lagi wacana kritis dan atau hak individu untuk menggugat hasil-hasil pemilu karena semua mekanisme pengaduan sudah diamputasi sejak dini,” ujar dia.(SW)