JAKARTA – Pakar Hukum Negara (HTN), Hamrin, menyoroti lambatnya pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sampai saat ini masih belum ada kejelasan.
Hamrin mengemukakan, bahwa KUHP itu harus segera diganti karena hukum itu berkembang dan menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat agar tidak ternilai hukum itu ketinggalan zaman serta ini yang ada dalam KUHP saat ini.
“Jika KUHP ini tidak segera diganti maka akan berdampak terhadap masyarakat karena banyak didalam pasal-pasal itu tidak memadai yang terkesan tidak adanya keadilan serta ketidakpastian,” ucapnya kepada wartawan, Rabu, (14/9).
Jika melihat dari sistem penegakan hukum sekarang ini dengan banyaknya kasus-kasus hukum yang dianggap oleh masyarakat tidak memberikan kepastian karena lemahnya sistem hukum yang dipakai dan juga jelas didalam asas Ius constituendum berarti hukum yang dicita-citakan buat masa depan jangan sampai melihat hukum itu hanya berlaku sekarang.
Hamrin menilai, bahwa KUHP itu sudah berlaku dari pasca kemerdekaan Indonesia sampai sekarang masi dipakai sehingga saat ini banyak pasal-pasal khusus didalamnya yakni Undang-Undang Narkotika, Tipikor dan juga Anak. Sebenarnya dengan kondisi itu kita bisa menilai KUHP itu sudah tidak mewadahi semuanya yang berakibat adanya keterlambatan perkembangan hukum.
“Adanya kasus-kasus baru yang muncul ini karena dianggap aturannya sudah ketertinggalan yang tidak sesuai dengan asas hukum itu sendiri namun, dalam perubahan KUHP itu juga harus diperhatikan sebab masi banyak pasal yang merugikan para pihak serta lebih menguntungkan golongan tertentu saja,” tuturnya.
Oleh karena itu, tegasnya, sampai hari ini terjadi tarik-menarik untuk mengesahkan RKUHP tersebut dan dalam melihat politik hukumnya harusnya isi dari tiap pasalnya tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat secara umum.
“Saran saya adalah pada saat ini sudah selayaknya KUHP itu diganti yang harus memperhatikan asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukumnya. Ketiga harus jelas menjadi rujukan hukum kita saat ini serta dalam penyusunannya harus mengikuti prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” pungkasnya.***