Pemerintah Bakal Lindungi UMKM dari Project S Tiktok

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pecepatan Perlindungan UMKM. Satgas ini dibentuk salah satunya untuk melindungi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari social commerce plaform asing, salah satunya Project S Tiktok.

“Pembentukan Satgas ini merupakan amanat dari Presiden untuk memberikan perlindungan terhadap UMKM dari ancaman platform social commerce. Project S TikTok yang merupakan penggabungan sosial media dan platform belanja online dapat mengancam kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia,” kata Menkominfo, Budi Arie dalam keterangannya, Minggu (23/7/2023).

Project S merupakan agenda yang dijalankan platform sosial commerce asal China melalui Tiktok Shop untuk memperbesar bisnisnya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Melalui Project S, Tiktok diduga akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.

“Terus terang memang kemajuan teknologi ini memerlukan cara berpikir baru untuk mengatasinya. Bukan hanya Kominfo yang ngurusin, tetapi juga antar instansi yang in-charge untuk hal-hal seperti ini,” ungkap Budi Arie.

Satgas bentukan Kementerian Kominfo ini akan melibatkan kementerian dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan bersama. Itu sebabnya, Kementerian Kominfo akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lembaga lain.

Menurut Budi Arie, sinergi kementerian dan lembaga diperlukan agar menemukan solusi yang tepat.

“E-commerce ini, kan, teknologi atau pengawasan platform-nya mungkin dari Kominfo, tetapi banyak policy dari kementerian dan lembaga lain, khususnya Kemendag. Karena soal kebijakan impor. Nanti, mungkin di dalam Satgas itu akan kita rumuskan bersama,” tutupnya.

Baca Juga:   Dorong Pertanian Mandiri, Kementan Hadirkan Penyuluhan Genta Organik

Salah satu perhatian pelaku usaha kecil dan sejumlah ekonom terkait aktivitas social commerce yang meresahkan UMKM adalah mandegnya revisi peraturan Menteri Perdagangan nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) Eddy Junarsin mengatakan, jika Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tidak segera direvisi, maka akan menjadi pukulan telak bagi UMKM. Ibaratnya UMKM ini disuruh pergi perang tapi tidak dikasih senjata. Edy lalu menunjuk agresifitas platform e-commerce dan social commerce asing yang telah menjadikan pasar Indonesia sebagai target utama mereka. Salah satu yang kini jadi sorotan adalah TikTok.

Edy menegaskan, pemerintah harus membatasi transaksi melalui social commerce atau perdagangan elektronik media sosial seperti TikTok Shop hanya untuk produk-produk dengan harga tertentu. Misalnya ditetapkan harga per produk mininal sebesar US$ 100. Dengan demikian, produk-produk yang bisa diperjualbelikan oleh platform media sosial hanya produksi dalam negeri atau didominasi oleh produk UMKM.

“Pemerintah harus tegas posisinya dalam melindungi UMKM. Selain dengan regulasi, pemerintah juga wajib memberikan bantuan teknis, seperti memperbanyak pelatihan, bantuan manajemen, pinjaman kredit lunak, dan lain sebagainya. Hal itu, akan lebih bermanfaat untuk memperkuat daya saing UMKM terhadap produk-produk impor,” tegasnya.

Revisi Permendag 50/2020 sedianya akan mengatur ulang sejumlah ketentuan. Salah satunya adalah mengenai predatory pricing yang diduga banyak dilakukan oleh platform e-commerce asing yang juga melakukan praktik cross border.

Baca Juga:   Ini Dia 15 Aplikasi Judi Online yang Akhirnya Diblokir Kominfo

“Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. Di mana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang membunuh UMKM,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki beberapa waktu lalu.

Laporan Momentum Works mengungkapkan, pada tahun 2022 konsumen Indonesia menghabiskan USD 52 miliar atau sekitar Rp 777 triliun untuk berbelanja online. Jumlah itu lebih dari setengah belanja online di seluruh Asia Tenggara yang mencapai USD 99,5 miliar atau Rp 1,487 triliun.

Menurut KemenKop UKM, revisi Permendag 50/2020 akan melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce lokal, UMKM, dan konsumen. Dengan revisi ini harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM. Permendag 50 ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce, sebelum diterbitkan aturan yang lebih detail.(SW)