Menurutnya, seseorang yang memiliki approval tinggi bisa menjadi king maker. Jika seorang presiden tidak memiliki itu, maka tidak bisa menjadi king maker.

“Jika seorang presiden punya approval tinggi, kalau Kita lihat di zaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) approval rating periode kedua cenderung turun dibanding pertama, soal nggak puas dan puas, itu di zaman SBY approval rating Pak SBY pernah 85%, bahkan di masa Pak Jokowi mencapai setinggi zaman Pak SBY Juli 2009, jadi dengan pengurukuran sama kita pernah temukan approval Pak SBY 80-85 persen,” katanya.

“Tapi dengan pengukuran sama pula pernah kita temukan juga tingkat kepuasan Pak SBY 45% di 2007, dan rata-rata 50 persen di 2 atau 4 tahun sebelum Pemilu 2014, jadi karena penurunan rating ini beliau Pak SBY tidak bisa jadi king maker, makanya Presiden yang menang bukan dar kubunya saat itu, dalam hal ini Pak Jokowi yang menang,” sambungnya.

Burhan mengatakan jika kepuasan masyarakat terhadap Jokowi turun, maka dimungkinkan semua orang akan menjauhi Jokowi.