Kereta Cepat Tak Menarik Jika Tak Ada Transportasi Lanjutan yang Nyaman

JAKARTA- Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tak menarik jika tak ada moda transportasi lanjutan yang memadai. Orang akan kembali membawa mobil sendiri.

KCJB memang ditargetkan untuk penumpang kendaraan pribadi yang rutin menggunakan jalan tol. Karena itu KCJB harus ada angkutan publik penyambungnya yang memadai di setiap stasiun.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menyebut KCJB akan sepi bila pengguna kendaraan pribadi tak beralih.

Djoko menegaskan Pemkab Karawang, Pemkab Bandung, dan Pemkot Bandung harus menyiapkan fasilitas angkutan umum dari kawasan perumahan dan pemukiman menuju stasiun. Aksesibilitas dan kelanjutan perjalanan hingga mendekati perumahan dan pemukiman akan menjadi kunci keberhasilan penumpang kereta cepat.

Menjangkau Stasiun Halim juga bukan hal mudah, terlebih penumpang sebelumnya terbiasa merasakan kemudahan akses ke Stasiun Gambir. Namun, Djoko mengatakan akses di Jakarta masih terbantu dengan kehadiran LRT Jabodebek hingga Trans Jakarta di Stasiun Halim.

“Coba tanya itu Trans Metro Pasundan itu lewat mana saja. Gak jelas itu. Itu harus ada di Stasiun Tegalluar, mana angkutan umumnya, harusnya ada pelayanan angkutan umum. Kemudian di Stasiun Padalarang juga begitu,” tegas Djoko soal fasilitas penunjang di stasiun pemberhentian kereta cepat.

Djoko menekankan kereta cepat tidak akan menarik jika tak dibarengi dengan angkutan lanjutan yang memudahkan penumpang. Karena kalau tidak ada angkutan lanjutan, orang akan kembali membawa mobil ke Bandung atau ke Jakarta. Tidak akan menggunakan kereta cepat.

Baca Juga:   Wagub Jabar Apresiasi Kinerja Program CSA Kementan

Di sisi lain KA Argo Parahyangan diisukan bakal ditutup saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mulai beroperasi Juni 2023. Kendati, PT KAI (Persero) menyatakan kereta tersebut hingga kini masih terus beroperasi.

VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan pihak KAI masih dalam tahap koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan soal wacana keputusan berani tersebut.

“KAI juga masih fokus mempersiapkan hadirnya layanan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) beserta KA Feeder dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung bagi pelanggan kereta cepat yang ingin melanjutkan perjalanannya ke berbagai wilayah lainnya,” ujarnya.

Isu penutupan KA Argo Parahyangan setelah hadirnya KCJB sudah berembus sejak awal November lalu. Kendati, Joni saat itu masih mengatakan KA Argo Parahyangan tetap akan beroperasi seperti biasa.

Di lain sisi, KCJB ditargetkan beroperasi mulai pertengahan 2023 mendatang. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan progres fisik KCJB sudah mencapai 81,66 persen per November 2022.

KCJB mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,4 miliar. Cost overrun tersebut dipenuhi melalui skema 25 persen ekuitas dan 75 persen pinjaman.

Menanggapi isu ini, Djoko menilai KA Argo Parahyangan harus tetap dipertahankan.

“Itu (penutupan KA Argo Parahyangan) terlalu gegabah, jangan cepat-cepat memutuskan. Karena KA Argo Parahyangan itu masih banyak penggemarnya juga, biarkan saja,” katanya, Kamis (1/12).

Djoko memang tak menutup mata soal beberapa penumpang KA Argo Parahyangan yang berpotensi beralih ke kereta cepat, entah berdasarkan kemampuan keuangan hingga faktor lokasi pekerjaan. Namun, ia menilai ada pangsa pasar yang berbeda antara keduanya.

Baca Juga:   Ngeriii...Ambisi Cina Desak RI Jaminkan APBN untuk Proyek Kereta Cepat

KA Argo Parahyangan harus tetap eksis karena ada orang-orang yang memang daya belinya tidak bisa menggapai harga tiket kereta cepat.

Tiket kereta cepat dibanderol Rp125 ribu-Rp250 ribu untuk tiga tahun pertama beroperasi. Setelah itu, harga tiket KCJB akan naik ke Rp150 ribu hingga Rp350 ribu. Sedangkan harga tiket KA Argo Parahyangan dibanderol di kisaran Rp100 ribu-Rp150 ribu.

“KA Argo Parahyangan itu pendapatannya masuk ke PT Kereta Api Indonesia, kalau kereta cepat ini ke konsorsium BUMN. Penghasilan PT KAI dibagi nanti, berapa persen ke PT Jasa Marga, ke PT Wijaya Karya, dan PT PTPN VIII. Saya kira gak usah ditutup, terlalu cepat memutuskan itu,” tegas Djoko.

Jika memang KA Argo Parahyangan dipaksa tutup, kereta cepat perlu segera menyiapkan aksesibilitas yang baik. Hal ini mengingat tiga stasiun pemberhentian yang berada di luar pusat Kota Bandung, yakni Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar.(SW)