Buntut Kasus Mario Dandy, DPR Dorong Menkeu Berbenah

JAKARTA – Kasus penganiayaan Mario Dandy (20) terhadap David (17) memicu sorotan terhadap gaya hidup mewah di lingkungan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Komisi XI DPR pun menilai jika saat ini momentum tepat agar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia.

“Kami tentu sangat prihatin dengan gelombang pertanyaan dan sorotan publik akan gaya hidup mewah di kalangan pegawai dan pejabat di lingkungan Ditjen Pajak. Maka sudah saatnya jika Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan langkah kongkret untuk memulihkan kepercayaan publik,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi, Minggu (26/2/2023).

Untuk diketahui kasus penganiayaan Mario Dandy anak dari Rafael Alun Trisambodo mantan pegawai eselon II Ditjen Pajak membawa efek berantai. Gaya hidup Mario Dandy membuat pertanyaan akan asal kekayaan dari sang ayah yang mencapai Rp56 miliar. PPATK mengungkapkan ada indikasi keanehan pada transaksi keuangan milik Rafael. Publik pun mendesak agar ada transparansi dan pengawasan ketat bagi pegawai Ditjen Pajak.

Fathan mengatakan wajar jika ada tuntutan tinggi terhadap integritas dari pegawai Ditjen Pajak. Deemikian juga tuntutan DPR. Menurutnya dari segi tunjangan kinerja sebagai aparatur sipil negara (ASN) pegawai Ditjen Pajak tercatat sebagai penerima terbesar.

Baca Juga:   MA Godok Aturan Putusan Kasasi dan PK Live Streaming

“Hal itu menandakan jika dari gaji dan tukin saja para pegawai Ditjen Pajak sudah bisa hidup dengan layak,” katanya.

Publik selama ini, kata Fathan juga tidak mempermasalahkan jika tukin dari pegawai Ditjen Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ASN lainnya. Mereka memahami jika tukin tinggi tersebut untuk menjaga agar pegawai Ditjen Pajak tidak tergoda main mata dengan wajib pajak sehingga pendapatan negara tetap terjaga.

“Harus diakui Tukin tinggi tersebut salah satunya untuk menjaga integritas dari pegawai di lingkungan Ditjen Pajak dan kita fine-fine saja dengan hal itu. Tapi hal itu akan menjadi masalah jika sudah Tukin tinggi tetapi mereka tetap main mata dengan wajib pajak untuk memperkaya diri sendiri,” tukasnya.

Fathan menegaskan jika pajak merupakan pilar utama pendapatan negara. Ironinya rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat ekonomi setara. Rasio pajak di Indonesia masih di kisaran 10-12% dari PDB. Angka ini masih di bawah rasio pajak negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah (low income) yang ada di kisara 14-15%.

Baca Juga:   Ada Aliran Dana Korupsi Rp 40 M ke BPK dan Rp 70 M ke Komisi I DPR

“Tentu akan sangat menyakitkan jika rasio pendapatan pajak yang relatif rendah ini ternyata dibuat main mata pegawai Ditjen Pajak dengan wajib pajak,” katanya.

Politikus PKB ini mendesak agar Menteri Keuangan Sri Mulyani mengambil langkah kongkret untuk mengaudit semua laporan harta kekayaan para pegawai di Ditjen Pajak. Jika ditemukan indikasi ketidakseimbangan antara pendapatan dan besaran kekayaan maka harus ada sanksi tegas.

“Langkah kongkret ini diperlukan agar gelombang keraguan publik terkait integritas dari para pegawai Ditjen Pajak ini terjawab. Ingat kepercayaan publik ini sangat krusial untuk menjaga animo wajib pajak memenuhi kewajiban mereka. Jangan sampai kasus harta kekayaan jumbo milik pegawai eselon II tersebut memicu spekulasi liar terkait integritas para pegawai pajak,” pungkasnya.(SW)