Dampak Pelemahan UU KPK Era Jokowi, Pelaku Pungli Hanya Disanksi Minta Maaf

JAKARTA – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyoroti putusan Dewas KPK yang menjatuhkan sanksi perminta maaf oleh pegawai KPK yang terbukti melanggar etik di kasus pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Zaenur menyebut Dewas KPK hanya memiliki kewenangan terbatas akibat Undang-Undang KPK yang baru.

“Putusan Dewas KPK yang hanya memberi sanksi berupa permintaan maaf kepada para pegawai KPK yang melakukan pemerasan, pungli, menerima suap atau gratifikasi di rutan KPK itu menunjukkan bahwa revisi UU KPK sangat problematik,” kata Zaenur kepada wartawan, Minggu (18/2/2024).

Zaenur menilai KPK yang merupakan lembaga independen harusnya melakukan pengelolaan SDM secara mandiri. Akan tetapi, status pegawai KPK sebagai ASN membuat KPK tidak bisa benar-benar mandiri.

“Tetapi kemudian KPK ternyata tidak bisa benar-benar mandiri, karena di dalam kepegawaian misalnya dalam rekrutmen harus tunduk kepada pengaturan oleh BKN, KemenPAN-RB, dan juga pendidikan seharusnya juga tunduk kepada LAN,” tutur dia.

Zaenur mengatakan sanksi disiplin untuk pegawai KPK hanya bisa dijatuhkan oleh Sekjen KPK. Dia menilai Dewas KPK tidak punya taji dalam memberikan sanksi pelanggaran etik untuk pegawai.

Baca Juga:   Polisi Selidiki Kasus Selebgram MJ Bunuh Diri Saat Live IG

“Memang di dalam PP Disiplin PNS, PP 94/201 itu pihak yang dapat menjatuhkan sanksi disiplin terhadap ASN itu adalah pejabat pembina kepegawaian, nah di dalam KPK itu kan ada di tangan Sekjen. Jadi memang Dewas itu tidak punya taji sama sekali untuk melakukan penegakan kode etik di internal KPK, karena kode etik itu seakan-akan tidak artinya karena masih harus diproses secara disiplin,” tutur dia.

“Pelanggaran kode etik itu ketika ditegakkan sanksi terberat yang bisa dijatuhkan oleh Dewas kepada pegawai itu hanya bentuk permintaan maaf dari pegawai,” imbuhnya.

Zaenur menambahkan revisi Undang-Undang KPK hanya sebatas membuat Dewas KPK, akan tetapi tidak memberikan kewenangan yang cukup. Sehingga, kata dia, penegakan kode etik tidak bisa dilakukan secara tuntas.

“Menurut saya inilah buruknya, ini bukti dari revisi UU KPK yang sangat buruk, tidak jelas, sehingga bertele-tele juga menimbulkan disparitas. Bahkan untuk pimpinan itu kan sanksi terbesarnya adalah permintaan mengundurkan diri, Dewas juga tidak bisa memecat pimpinan, tidak bisa memecat pegawai, lantas apa fungsinya Dewas itu dibentuk?” katanya.

Baca Juga:   KPK Usut Dua Kasus Korupsi di PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dengan Kerugian Negara Rp45 Miliar

Zaenur berharap Sekjen KPK segera melakukan pemeriksaan disiplin kepada pegawai KPK yang telah dijatuhkan sanksi etik. Menurutnya pegawai yang terbukti melanggar dalam kasus pungli ini harus segera dipecat.

“Setelah Dewasnya memberi sanksi berat agar pegawai minta maaf, maka kemudian Sekjen KPK harus bergerak cepat untuk melakukan pemeriksaan dan menjatuhi sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat mereka-mereka yang melakukan pelanggaran itu, ya harus secara dipecat,” tutur dia.(SW)